BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan
penyakit, tetapi sering sekali menyebabkan komplikasi akibat berbagai perubahan
anatomic serta fisiologik dalam tubuh ibu. Salah satu perubahan fisiologik yang
terjadi adalah perubahan hemodinamik. Selain itu, darah yang terdiri atas
cairan dan sel-sel darah berpotensi menyebabkan komplikasi perdarahan dan
thrombosis jika terjadi ketidakseimbangan faktor-faktor prokoagulasi dan
hemostasis (Sarwono, 2010).
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah
(eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi
yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga
terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Sarwono, 2010).
Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau
hitung eritrosit dibawah batas “normal”. Namun nilai normal yang akurat untuk
ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga parameter laboratorium tersebut
bervariasi selama periode kehamilan. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika
kadar hemoglobin dibawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Dalam praktik
rutin, konsentrasi Hb < 11 g/dl pada
akhir trimester pertama, dan 10 g/dl pada trimester kedua dan ketiga diusulkan
menjadi batas bawah untuk mencari penyebab anemia dalam kehamilan. Nilai-nilai
ini kurang lebih sama dengan nilai Hb terendah pada ibu-ibu hamil yang mendapat
suplementasi besi, yaitu 11,0 g/dl pada trimester pertama dan 10,5 g/dl pada trimester kedua dan ketiga
(Sarwono, 2010).
Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Sekitar 75%
anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik
hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia
megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat dan defisiensi
vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah
hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan (Sarwono,
2010).
Menurut WHO pada tahun 1993-2005 prevalensi anemia diseluruh dunia
tertinggi terjadi pada anak yang belum sekolah yaitu 47,4%, kemudian pada ibu
hamil 41,8%, dan wanita tidak hamil 30,2%. Prevalensi anemia pada ibu hamil
didaerah Afrika yaitu 57,1%, di Asia Tenggara 48,2%, di Eropa 25,1%, dan
Amerika 24,1% (Repository USU).
Menurut Health Nutrition and Population Statistic (2005) kejadian anemia
pada ibu hamil terjadi di semua negara baik negara belum berkembang, sedang
berkembang, dan negara maju. Prevalensi anemia pada ibu hamil tertinggi,
terdapat di Negara Kongo (67,3%), dan Ethiopia 62,68%. Di negara berkembang
prevalensi anemia pada ibu hamil cukup tinggi seperti di India (49,7%) dan
Indonesia (44,3%). Sedangkan di Negara maju prevalensi anemia pada ibu hamil
cukup rendah seperti di Perancis (11,46% ) dan United States (5,7%) (Repository
USU).
Di Indonesia prevalensi anemia
pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 63,5%. Lautan J dkk (2001) melaporkan
dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74 %) menderita anemia, dan 13 (42 %)
menderita kekurangan zat besi. (Repository USU). Sementara, hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada 2010 menunjukkan, 80,7% perempuan usia 10-59 tahun telah
mendapatkan Tablet Tambah Darah, namun hanya 18% di antaranya yang mengonsumsi
sebanyak 90 tablet. Data terbaru bahkan menyebutkan bahwa ibu hamil yang
terkena anemia mencapai 40%-50%.
Prevalensi anemia di DKI
Jakarta sebesar 24,5% (Riskesdas, 2007). Sedangkan prevalensi anemia di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi terhitung sejak Januari 2012 sampai dengan Desember
2012 tercatat 11,05% yang menderita anemia, dan sejak Januari 2013 sampai denga
Maret 2013 tercatat 14,13% yang
menderita anemia.
Tingginya anemia yang menimpa ibu hamil memberikan dampak negatif terhadap
janin yang di kandung dari ibu dalam kehamilan, persalinan maupun nifas yang di
antaranya akan lahir janin dengan berat badan lahir rendah (BBLR), partus
prematur, abortus, pendarahan post partum, partus lama dan syok. Hal ini tersebut berkaitan dengan banyak
faktor antara lain status gizi, umur, pendidikan, dan pekerjaan (Sarwono, 2005).
Mengingat tingginya angka ibu hamil yang menderita anemia, juga bahaya yang
ditimbulkan akibat anemia baik untuk ibu maupun janin yang sedang dikandungnya,
maka penting kiranya dilakukan penelitian mengenai faktor penyebab dari anemia
pada ibu hamil, sebagai acuan untuk perbaikan dan pencegahan anemia ibu hamil
di kemudian hari.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, maka akan dilakukan
penelitian mengenai faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian anemia
pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.
C.
Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Diketahuinya gambaran kejadian anemia dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi, Jakarta
Selatan.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Diketahuinya gambaran kejadian anemia pada ibu
hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
b.
Diketahuinya gambaran umur ibu hamil di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
c.
Diketahuinya gambaran paritas ibu hamil di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
d.
Diketahuinya gambaran usia kehamilan ibu hamil
di Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
e.
Diketahuinya gambaran jarak kelahiran ibu
hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
f.
Diketahuinya gambaran pemberian tablet Fe pada
saat ANC di Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
g.
Diketahuinya gambaran konsumsi vitamin C di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
h.
Diketahuinya gambaran pendidikan ibu hamil di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
i.
Diketahuinya gambaran pekerjaan ibu hamil di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
j.
Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
k.
Diketahuinya hubungan umur dengan kejadian
anemia.
l.
Diketahuinya hubungan paritas dengan kejadian
anemia.
m. Diketahuinya hubungan usia kehamilan dengan kejadian anemia.
n.
Diketahuinya hubungan jarak kelahiran dengan
kejadian anemia.
o.
Diketahuinya hubungan pemberian tablet Fe
dengan kejadian anemia.
p.
Diketahuinya hubungan konsumsi vitamin C
dengan kejadian anemia.
q.
Diketahuinya hubungan pendidikan dengan
kejadian anemia.
r.
Diketahuinya hubungan pekerjaan dengan
kejadian anemia.
s.
Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan
kejadian anemia.
D.
Manfaat
penelitian
1.
Manfaat
Teoritik
Pengembangan
substansi ilmu kedokteran khususnya mengenai anemia pada ibu hamil dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2.
Manfaat
Metodologi
Mempelajari
dan mempraktekkan ilmu metodologi dalam sebuah penelitian “Analisis Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan
Setiabudi Tahun 2013”.
3.
Manfaat
Aplikatif
a. Puskesmas tempat dilakukan penelitian
Menjadi sumber masukan bagi Puskesmas dalam upaya
penanganan ibu hamil yang menderita anemia, serta pencegahan pada ibu hamil
lainnya agar dapat terjadi penurunan angka kejadian anemia pada ibu hamil.
b. Peneliti
Peneliti dapat mempelajari lebih mendalam mengenai anemia
pada ibu hamil, serta factor yang mempengaruhi. Mengaplikasikan secara langsung
ilmu metodologi penelitian, sekaligus memenuhi salah satu syarat kelulusan
stase KKOM I.
c. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Sebagai referensi tambahan di perpustakaan dan dapat
dimanfaatkan oleh seluruh mahasiswa.
d. Peneliti lain
Sebagai bahan acuan atau pun perbandingan untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anemia
1. Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer. Secara praktis anemia ditunjukkan oleh adanya penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar
hemoglobin, kemudian hematokrit (Sudoyo, 2009).
Menurut (Corwin, 2009) anemia adalah penurunan kuantitas sel-sel darah
merah dalam sirkulasi, abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah, atau
keduanya.
Berikut merupakan kriteria anemia menurut WHO (dikutip dari Hoffbrand AV,
et al, 2001).
Tabel 1
Kriteria Anemia menurut WHO
Kriteria Anemia Menurut WHO
|
||
Kelompok
|
Kriteria Anemia (Hb)
|
|
Laki-laki dewasa
|
< 13 gr/dl
|
|
Wanita dewasa tidak hamil
|
< 12 gr/dl
|
|
Wanita hamil
|
< 11 gr/dl
|
|
2. Etiologi
Menurut (Sudoyo, 2009) anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang
disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh
karena :
A. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang.
1.
Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit.
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2.
Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3.
Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloplastik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
4.
Kehilangan darah (perdarahan).
a. Anemia pasca pendarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
B. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
1.
Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan ensim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
-
Thalassemia
-
Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2.
Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopati
c. Lain-lain
C. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang
kompleks. Berikut ini merupakan klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan
etiologinya:
1.
Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thallasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2.
Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
3.
Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotioroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
3.
Gejala Klinis
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia,
apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin di bawah harga tertentu. Gejala
umum anemia ini timbul karena anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh
terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas
apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala
umum anemia tergantung pada derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan
hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya. Gejala umum
anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemik organ target
serta akibat kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin sampai kadar
tertentu (Hb < 7g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat
lelah, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak
napas dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah dilihat
pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku.
Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit
di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin
yang berat (Hb < 7g/dl) (Sudoyo, 2009).
4.
Diagnosis
Pemeriksaan untuk diagnosis anemia terdiri dari beberapa
macam :
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostik
pokok dalam diagnosis anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan
penyaring (screening test),
pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan khusus.
b. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari
pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini
dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut, yang
sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
c. Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung jenis
leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah
banyak dipakai automatic hematology
analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.
d. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang
sangat berharga mengenai keadaan sistem hematopoiesis. Pemeriksaan ini
dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan
sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia
megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem
eritroid.
e. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus,
misalnya pada :
1) Anemia defisiensi besi : serum iron, TBC (total iron binding acapacity), saturasi tranferin, protoporfirin
eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum
tulang.
2) Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi
deoksiuridin dan tes Schiling.
3) Anemia hemolitik : bilirubin serum, test Coomb, elektroforesis hemoglobin
dan lain-lain.
4) Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang.
Juga diperlukan pemeriksaan non-hemtologik
tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal ginjal atau faal tiroid
(Sudoyo, 2009).
5.
Penatalaksanaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien
anemia adalah :
a. Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan terlebih dahulu.
b. Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan.
c. Pengobatan anemia dapat berupa :
1) Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut akibat
anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien atau pada anemia pasca perdarahan
akut yang disertai gangguan hemodinamik.
2) Terapi suportif.
3) Terapi yang khas untuk masing-masing anemia.
4) Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia
tersebut.
Dalam keadaan dimana diagnosis definitif tidak
dapat ditegakkan, kita terpaksa memberikan terapi percobaan. Disini harus
dilakukan pemantauan yang ketat terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan
penyakit pasien dan dilakukan evaluasi terus menerus tentang kemungkinan
perubahan diagnosis.
Transfusi diberikan pada anemia pasca
perdarahan akut dengan tanda-tanda gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik
transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat simtomatik atau adanya ancaman
payah jantung. Pada anemia kronik sering dijumpai peningkatan volume darah,
oleh karena itu transfusi diberikan diuretika kerja cepat seperti furosemid
sebelum transfusi (Sudoyo, 2009).
6.
Kebutuhan Zat Besi
Besi merupakan mineral mikro yang paling
banyak terdapat di tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gr di dalam tubuh
manusia dewasa (Almatsier, 2002). Zat gizi besi (Fe) merupakan kelompok mineral
yang diperlukan, sebagai inti dari hemoglobin, unsur utama sel darah merah.
Fungsi sel darah merah itu penting mengingat tugasnya antara lain sebagai
sarana transportasi zat gizi, dan terutama juga oksigen yang diperlukan pada
proses fisiologis dan biokimia dalam setiap jaringan tubuh (Harli, 1999).
Sediaoetama (1987) menyebutkan bahwa zat besi merupakan mikroelemen yang
esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopoiesis (pembentukan
darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin.
Kandungan besi dalam tubuh sangat kecil, yaitu
sekitar 35 mg/kg berat badan wanita atau 50 mg/kg berat badan pria. Besi yang
ada dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu besi yang diperoleh dari
perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari cadangan yang
tersimpan dalam tubuh, serta besi hasil penyerapan saluran cerna (Winarno, 1997).
Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme seperti terdapat dalam hemoglobin
dan mioglobin makanan hewani, dan besi non heme dalam makanan nabati. Besi heme
merupakan bagian kecil dari besi yang diperoleh makanan. Akan tetapi yang dapat
diabsorbsi mencapai 25 % sedangkan besi non heme hanya 5 % (Almatsier, 2002).
Sumber zat besi yang terpenting dalam diet
adalah daging dan hati, ikan dan daging unggas yang harus dikonsumsi setiap
hari karena selain sebagai sumber zat besi, heme juga dapat mendorong absorbsi
besi non heme. Sumber besi non heme yang tinggi kandungan zat besinya adalah
kacang-kacangan, sayuran berwarna hijau, umbi-umbian, dan buah-buahan (Darlina,
2003).
Menurut Almatsier (2002), makan besi heme dan
non heme secara bersama dapat meningkatkan penyerapan besi non heme. Daging,
ayam, dan ikan mengandung suatu faktor yang membantu penyerapan besi. Faktor
ini terdiri atas asam amino yang mengikat besi dan membantu penyerapannya. Susu
sapi, keju, dan telur tidak mengandung faktor ini hingga tidak dapat membantu
penyerapan besi. Lebih lanjut Alsuhendra (2005) menyebutkan bahwa polifenol
seperti tanin dalam teh, kopi dan sayuran tertentu, mengikat besi heme
membentuk kompleks besi-tannat yang tidak larut sehingga zat besi tidak dapat
diserap dengan baik.
Pembuangan zat besi dari tubuh terjadi melalui
beberapa jalan, di antaranya adalah melalui keringat (0.2-1.2 mg/hari), air
seni (0.1 mg/hari) dan melalui feses serta darah menstruasi sekitar 0.5-1.4
mg/hari (Winarno, 1997). Oleh karena itu wanita membutuhkan jumlah unsur besi
yang lebih banyak dikarenakan laju kehilangan unsur besi dari tubuh meningkat
2-3 kali lipat selama masa menstruasi (Ariyani, 2004). Winarno (1997)
menganjurkan jumlah besi yang harus dikonsumsi sebaiknya berdasarkan jumlah
kehilangan besi dari dalam tubuh serta jumlah bahan makanan hewani yang
terdapat dalam menu.
Zat besi pada saat kehamilan digunakan untuk
perkembangan janin, plasenta, ekspansi sel darah merah, dan untuk kebutuhan
basal tubuh (Darlina, 2003). Pasokan zat besi tidak kalah penting karena pada
masa hamil volume darah ibu akan meningkat 30%. Di samping itu plasenta pun
harus mengalirkan cukup zat besi untuk perkembangan janin (Karyadi, 2001).
7.
Dampak Anemia
Keluhan “3L” (lemah, letih, lesu) karena
anemia adalah keluhan fisik yang nyata dan dirasakan oleh penderita anemia
(Wijianto, 2002). Di samping itu muka tampak pucat, kehilangan selera makan,
apatis, sering pusing, sulit berkonsentrasi, serta mudah terserang penyakit
(Harli, 1999). Karena menderita kekurangan darah, maka tenaga yang dihasilkan
oleh tubuh berkurang dan badan menjadi cepat lelah. Rasa cepat lelah disebabkan
pengolahan (metabolisme) energi untuk otot tidak berjalan sempurna karena otot
kekurangan oksigen.
Pada penderita anemia, jumlah hemoglobin yang
berfungsi sebagai alat pengangkut oksigen berkurang sehingga jatah oksigen
untuk otot juga berkurang. Berkurangnya jatah oksigen mengakibatkan otot
membatasi produksi energi dan akibatnya orang yang menderita anemia akan cepat
lelah bila bekerja (Wijianto, 2002). Pada ibu hamil, anemia dapat mengakibatkan
keguguran, lahir mati, kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah,
perdarahan sebelum atau sewaktu melahirkan, dan kematian ibu (Khomsan, 1997).
8.
Pencegahan
Anemia
Pencegahan dan penanggulangan anemia antara
lain (Wirahadikusumah, 1999) :
·
Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan,
seperti mengkonsumsi pangan hewani (daging, hati, ikan dan telur) mengkonsumsi
pangan nabati (sayuran hijau, buah buahan, kacang-kacangan, padi-padian)
buah-buahan yang segar dan sayuran yang merupakan sumber vitamin C yang
diperlukan untuk penyerapan besi dalam tubuh. Hindari konsumsi bahan makanan
yang mengandung zat inhibitor saat bersamaan dengan makan nasi seperti teh
karena mengandung tanning yang akan mengurangi penyerapan zat besi.
·
Suplemen zat besi yang berfungsi dapat
memperbaiki Hb dalam waktu singkat
·
Fortifikasi zat besi yaitu penambahan suatu
zat gizi kedalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan.
B. Ibu hamil
1.
Definisi
Ibu hamil adalah wanita yang sedang mengandung janin. Sedangkan kehamilan merupakan urutan kejadian
yang secara normal terdiri atas pembuahan, implantasi, pertumbuhan embrio,
pertumbuhan janin, dan berakhir pada kelahiran bayi (Yongky, 2004).
2.
Antenatal care
(ANC)
a.
Definisi Antenatal Care (ANC)
Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi
persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi
secara wajar (Manuaba, 2010).
Menurut Prawiroharjo (2005), pemeriksaan kehamilan merupakan pemeriksaan
ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat
dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.
Kunjungan Antenatal Care (ANC)
adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia
merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap
kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberian
perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta
kesempatan untuk memperoleh informasi bagi ibu dan petugas kesehatan.
b.
Tujuan Antenatal Care (ANC)
Menurut Mochtar (2005) tujuan Antenatal Care
(ANC) adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama
dalam kehamilan, persalinan dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang
sehat.
Menurut Wiknjosastro (2005) tujuan Antenatal
Care (ANC) adalah menyiapkan wanita hamil sebaik-baiknya fisik dan mental serta
menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga
keadaan mereka pada post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga
mental.
c.
Jadwal kunjungan Antenatal Care (ANC)
Kebijakan kunjungan antenatal sebaiknya
dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan satu kali
pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada
trimester ketiga. Dengan pelayanan / asuhan standar minimal 7T, yaitu :
1.
Timbang berat badan atau tinggi badan
2.
Ukur tekanan darah
3.
Ukur tinggi fundus uteri
4.
Tetanus toxoid
5.
Pemberian tablet besi
6.
Test laboratorium
7.
Temu wicara
Pemeriksaan ini dengan tujuan untuk memantau dan mengenali secara dini
adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang terjadi selama hamil. Bahwa setiap
kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat, maka
sebab itu ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilan (Saifudin, 2002).
3.
Anemia
pada Ibu Hamil
Peningkatan volume plasma darah terjadi lebih
dahulu dibandingkan produksi sel darah merah. Kondisi ini menyebabkan penurunan
kadar Hb dan hematokrit pada trimester I dan II sedangkan pembentukan sel darah
merah terjadi pada pertengahan akhir kehamilan sehingga konsentrasi mulai
meningkat pada trimester III kehamilan (Darlina, 2003).
Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak
faktor, yaitu faktor langsung, tidak langsung dan mendasar. Secara langsung
anemia disebabkan oleh seringnya mengkonsumsi zat penghambat absorbsi zat besi,
kurangnya mengkonsumsi promotor absorbsi zat besi non heme serta adanya infeksi
parasit. Adapun kurang diperhatikannya keadaan ibu pada waktu hamil merupakan
faktor tidak langsung. Namun secara mendasar anemia pada ibu hamil disebabkan
oleh rendahnya pendidikan dan pengetahuan serta faktor ekonomi yang masih
rendah (Darlina, 2003). Penggolongan jenis anemia ibu hamil dapat dibedakan
menjadi anemia ringan dan anemia berat. Batasan anemia ringan adalah bila kadar
Hb 8-10.9 g/dl sedangkan anemia berat adalah apabila kadar Hb < 8 g/dl
(Darlina, 2003).
4.
Faktor-faktor yang Diduga Berhubungan
dengan Anemia Ibu Hamil
Djaja at
all (1994) menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada
ibu hamil adalah sebagai berikut :
|
|
||||||||||
|
|||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||
Faktor
sosial ekonomi yang terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan tingkat pengetahuan
merupakan salah satu penyebab mendasar terhadap penyebab anemia. Faktor
biomedis ibu meliputi umur ibu hamil, usia kehamilan, paritas, jarak kelahiran.
Serta konsumsi tablet Fe. Sedangkan menurut (Mochtar, 2005) penyebab anemia
umumnya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat persalinan
yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik.
a.
Pendidikan
Faktor sosial ekonomi juga akan mempengaruhi pada pola
konsumsi makan, pola konsumsi makan sangat berdampak pada cukup tidaknya zat
besi dalam makanan (Djaja at all, 1994). Menurut (Manuaba, 2010) anemia defisiensi besi mencerminkan kemampuan sosial
ekonomi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam jumlah dan kualitas
gizi. Rendahnya tingkat pendidikan ibu hamil dapat menyebabkan
keterbatasan dalam upaya menangani masalah gizi dalam kesehatan keluarga,
(Hermina, 1992). Ibu hamil dengan pendidikan rendah yaitu tidak sekolah, tidak
tamat SD dan tamat SD sebanyak 66.15% menderita anemia dan merupakan prevalensi
terbesar dibandingkan dengan kategori pendidkan sedang maupun tinggi (Wijianto,
2002). Ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah akan mengalami resiko anemia
lebih tinggi dibanding dengan ibu hamil yang tingkat pendidikannya tinggi
(Achadi, 1995). Menurut Arisman (2004) faktor pendidikan
juga berpengaruh saat pemberian tablet besi. Efek samping dari tablet besi yang
dapat mengganggu seperti mual muntah sehingga orang cenderung menolak tablet
yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan
mereka bahwa selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi. Handayani (2000) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan yang dicapai seseorang mempunyai hubungan nyata dengan pengetahuan
gizi dari makanan yang dikosumsinya.
b.
Pekerjaan
Berat ringannya pekerjaan ibu juga akan mempengaruhi
kondisi tubuh dan pada akhirnya akan berpengaruh pada status kesehatannya. Ibu
yang bekerja mempunyai kecenderungan kurang istirahat, konsumsi makan yang
tidak seimbang sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk menderita anemia
dibandingkan ibu yang tidak bekerja (Wijianto, 2002).
c.
Pengetahuan
Anemia masih banyak dijumpai karena kemiskinan
dan kurangnya pengetahuan tentang makanan sehat. Bahkan pada waktu hamil banyak
makanan yang ditabukan karena kurangnya pengertian tentang makanan sehat yang
bergizi sehingga anemia semakin parah (Manuaba, 2010). Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah
satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan
gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Semakin
banyak pengetahuan tentang gizi dan kesehatan, maka semakin beragam pula jenis
makanan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan
mempertahankan kesehatan individu (Suhardjo, 1989). Tingkat pendidikan
turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan
gizi yang mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat
diperlukan seseorang tanggap adanya masalah defisiensi zat besi (Fe) pada ibu
hamil dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Kodyat, 1993).
d.
Umur
Faktor biomedis ibu meliputi umur ibu hamil, paritas,
usia kehamilan, jarak kelahiran, dan pemberian tablet Fe. Bila umur ibu pada
saat hamil relatif muda (<20 tahun) akan beresiko terkena anemia. Hal itu
dikarenakan pada umur tersebut masih terjadi pertumbuhan yang membutuhakn zat
gizi lebih banyak dibandingkan dengan umur di atasnya. Bila zat gizi yang
dibutuhkan tidak terpenuhi, akan terjadi kompetisi zat gizi antara ibu dengan
bayinya (Wijianto, 2002). Menurut Depkes (2001), kadar Hb 7.0 - 10.0 g/dl
banyak ditemukan pada kelompok umur <20 tahun (46%) dan kelompok umur 35
tahun atau lebih (48%).
e.
Usia kehamilan
Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil terus
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan. Apabila terjadi
peningkatan kebutuhan zat besi tanpa disertai oleh pemasukan yang cukup, maka
cadangan zat besi akan menurun dan dapat mengakibatkan anemia (Lila, 1992).
Darlina (2003), meningkatnya kejadian anemia dengan bertambahnya umur kehamilan
disebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada kehamilan yang dimulai pada
minggu ke-6, yaitu bertambahnya volume plasma dan mencapai puncaknya pada
minggu ke-26 sehingga terjadi penurunan kadar Hb. Wanita hamil cenderung
terkena anemia pada trimester III karena pada masa ini janin menimbun cadangan
zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir.
Kebutuhan zat besi ibu hamil sehari akan meningkat 6 kali lebih besar pada trimester
terakhir dibandingkan wanita yang tidak hamil (Sin
sin, 2008). Hasil penelitian (Martuti, 1996)
menyimpulkan adanya kecenderungan hubungan negatif antara umur kehamilan dengan
kadar Hb ibu hamil. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada
kehamilan yang dimulai pada minggu ke-6 yaitu bertambahnya volume plasma yang
mencapai puncaknya pada minggu ke-26, sehingga mengakibatkan penurunan kadar Hb.
Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin dibawah 11 g/dl atau
hematokrit kurang dari 33%. Dalam praktik rutin, konsentrasi Hb < 11 g/dl
pada akhir trimester pertama, dan 10 g/dl pada trimester kedua dan ketiga
diusulkan menjadi batas bawah untuk mencari penyebab anemia dalam kehamilan.
Nilai-nilai ini kurang lebih sama dengan nilai Hb terendah pada ibu-ibu hamil yang mendapat
suplementasi besi, yaitu 11,0 g/dl pada trimester pertama dan 10,5 g/dl pada
trimester kedua dan ketiga. (Sarwono, 2010).
f.
Paritas
Paritas adalah jumlah janin
dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah dilahirkan, hidup maupun
mati, bila berat badan tidak diketahui, maka dipakai umur kehamilan lebih dari
24 minggu (Sumarah, 2008). Paritas atau jumlah persalinan juga berhubungan dengan
anemia, menurut Soebroto (2010) bahwa ibu yang mengalami kehamilan lebih dari 4
kali juga dapat meningkatkan resiko mengalami anemia. Menurut Wijianto (2002) menyatakan bahwa
prevalensi anemia pada kelompok paritas 0 lebih rendah daripada paritas 5 ke
atas. Semakin sering seorang wanita melahirkan maka semakin besar resiko
kehilangan darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb. Setiap kali wanita
melahirkan, jumlah zat besi yang hilang diperkirakan sebesar 250 mg. Hal
tersebut akan lebih berat lagi apabila jarak melahirkan relatif pendek. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal (Saifuddin, 2008). Badan koordinasi keluarga berencana naasional
(BKKBN, 1998) menganjurkan agar kesehatan ibu
selama hamil dapat optimal dalam menyongsong persalinannya maka jumlah
persalinan yang telah dialami tidak lebih dari 2 kali.
g.
Jarak kelahiran
Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya
anemia pada wanita adalah jarak kelahiran yang pendek (Darlina, 2003). Hal ini
disebabkan karena adanya kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis
dari pemulihan faktor hormonal (Darlina, 2003). Menurut data Badan Koordinasi
Berencana Nasional (BKKBN, 1998), jarak
persalinan yang baik adalah minimal 24 bulan. Jarak kelahiran yang terlalu
dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu
masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal, sudah harus
memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung (Wiknjosastro, 2005). Jarak
kelahiran mempunyai risiko 1,146 kali lebih besar terhadap kejadian anemia (Amirrudin
dan Wahyuddin, 2004).
h.
Tablet Fe
Ibu
hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali
lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe (Djamilus
dan Herlina, 2008). Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan
jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi
konsumsi per hari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah
satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia
kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan
besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena
kekurangan asam folat (Depkes, 2009). Wanita hamil memerlukan tambahan zat besi
untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah menjadi
janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan
melahirkan maka akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi semakin
anemis.
Berikut gambaran berapa banyak kebutuhan zat
besi pada setiap kehamilan :
Meningkatkan sel darah ibu 500
mgr Fe
Terdapat dalam plasenta 300 mgr Fe

Jumlah 900
mgr Fe
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada
trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu
hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet
pada ibu-ibu hamil di puskesmas (Manuaba, 2010).
i.
Konsumsi Vitami C
Gizi seimbang adalah pola
konsumsi makanan sehari-hari yang sesuai dengan kebutuhan gizi setiap individu
untuk hidup sehat dan produktif. Setiap orang harus mengkonsumsi minimal satu
jenis bahan makanan dari tiap-tiap golongan bahan makanan (sumber karbohidrat,
hewani, nabati, sayur, buah) dalam sehari dengan jumlah yang mencukupi (Darlina,
2003). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil, terutama di pedesaan
Indonesia mengkonsumsi pangan pokok, pangan hewani, dan buah dalam jumlah yang
tidak memadai (Hardinsyah, 2000). Hal tersebut berimplikasi pada tidak
terpenuhinya kebutuhan energi, protein, dan berbagai mineral yang penting bagi
kehamilan seperti Fe, I, dan Zn serta vitamin, terutama vitamin C (Riyadi,
1997). Vitamin C adalah derivat heksosa yang cocok
digolongkan sebagai suatu karbohidrat. Vitamin ini dalam bentuk kristal
berwarna putih, sangat larut dalam air dan oksalat. Vitamin C stabil dalam
keadaan kering, tetapi mudah teroksidasi dalam keadaan larutan, apalagi dalam
suasana basa. Asam askorbat adalah bahan yang kuat kemampua reduksinya dan dan
bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi (Suharjo,1992). Berikut
merupakan tabel Angka Kecukupan Vitamin C :
Tabel 2
Angka Kecukupan Vitamin C
Kelompok
Umur
|
V itamin C
|
0 - 11 bulan
|
40
|
1 - 3 tahun
|
40
|
4 - 9 tahun
|
45
|
Pria (tahun)
|
|
10 – 12
|
50
|
13 – 15
|
75
|
16 - 80+
|
90
|
Wanita (tahun)
|
|
10 – 12
|
50
|
13 – 15
|
65
|
16 - 80+
|
75
|
Hamil
|
+10
|
Menyusui
|
+25
|
Sumber : Kartono Djoko, 2012
Tabel 3
Nilai Vitamin C Berbagai Bahan Makanan
Bahan
Makanan (mg)
|
Bahan Makanan (mg)
|
Daun singkong (275)
|
Jambu
monyet (197)
|
Daun katuk (200)
|
Gandaria
(110)
|
Daun melinjo (150)
|
Jambu
biji (45)
|
Daun pepaya (140)
|
Pepaya
(78)
|
Sawi (102)
|
Mangga
muda (65)
|
Kol (50)
|
Mangga
masak (41)
|
Kembang kol (65)
|
Durian
(53)
|
Bayam (60)
|
Kedondong
(50)
|
Kemangi (50)
|
Jeruk
manis (45)
|
Tomat masak (40)
|
Jeruk
nipis (27)
|
Kangkung (30)
|
Nanas
(24)
|
Ketela (30)
|
Rambutan
(58)
|
Sumber : Widya Karya Pangan dan Gizi 1998
Dalam absorbsi dan metabolisme
zat besi, vitamin C mereduksi ferri menjadi ferro dalam usus halus sehingga
mudah di absorbsi. Vitamin C menghambat hemosiderin yang sukar di mobilisasi
untuk membebaskan besi jika diperlukan. Absprbsi besi dalam bentuk non heme
meningkatkan empat kali lipat jika ada vitamin C berperan dalam memindahkan
besi dari transferin didalam plasma ke feritin hati (Almatsier, 2002). Vitamin
C diperlukan dalam penyerapan zat besi, dengan demikian vitamin C berperan
dalam pembentukan hemoglobin, sehingga mempercepat penyembuhan Anemia (Moehji,
2002).
j.
Infeksi dan penyakit
Seseorang dapat terkena anemia
karena meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondidi fisiologis (hamil,
kehilangan darah karena kecelakaan, pasca bedah atau menstruasi), adanya
penyakit kronis atau infeksi (infeksi cacing tambang, malaria, TBC). Ibu yang
sedang hamil sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di
antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak
berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat mengakibatkan abortus, pertumbuhan
janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit
infeksi yang diidap ibu hamil biasanya tidak diketahui saat kehamilan. Hal itu
baru diketahui setelah bayi lahir dengan kecacatan. Pada kondisi terinfeksi
penyakit, ibu hamil akan kekurangan banyak cairan tubuh serta zat gizi lainnya
(Bahar, 2006). Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas
janin dan bayi yang akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit menular
dapat mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh bakteri atau
virus penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak langsung menderita penyakit,
namun demam yang menyertai penyakit infeksi sudah cukup untuk menyebabkan
keguguran. Penyakit menular yang disebabkan virus dapat menimbulkan cacat pada
janin sedangkan penyakit tidak menular dapat menimbulkan komplikasi kehamilan
dan meningkatkan kematian janin 30% (Bahar, 2006).
Kerangka Teori Kejadian Anemia pada Ibu hamil
Terdapat beberapa teori yang menyebutkan
faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil antara lain teori dari Djaja (1994) yang menyebutkan
bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil
adalah faktor sosial ekonomi yang terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan
tingkat pengetahuan merupakan salah satu penyebab mendasar terhadap penyebab
anemia dan faktor biomedis ibu meliputi umur ibu hamil, paritas, usia kehamilan,
jarak kelahiran, dan pemberian tablet Fe. Sedangkan menurut Mochtar (2005) penyebab
anemia umumnya adalah kurang gizi, kurang zat besi, dan penyakit – penyakit
kronik. Maka berdasarkan teori-teori tersebut kami membuat modifikasi kerangka
teori dan didapatkan variabel-variabel seperti yang tercantum pada kerangka
dibawah ini :
Gambar 1
Kerangka Teori

BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan
disain cross sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat. Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja
dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada
saat pemeriksaan. Dibandingkan dengan penelitian – penelitian yang lain,
penelitian ini yang paling mudah dan sangat sederhana. (Soekidjo Notoatmodjo,
2013)
B. Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di puskesmas Kecamatan
Setiabudi Jakarta Selatan. Waktu penelitian bulan April 2013.
C. Populasi
dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian (Soekidjo Notoadmojo, 2013). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang melakukan ANC di puskesmas dari bulan Januari sampai Maret
2013 sebanyak 382 orang.
2. Sampel
a. Definisi sampel (teori)
Sampel adalah objek
yang diteliti bisa dilakukan seluruh objek atau sebagian, tetapi hasilnya bisa
mewakili atau mencakup seluruh objek yang diteliti (Soekidjo Notoadmodjo, 2013). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian
dari ibu hamil yang terpilih yang melakukan ANC di puskesmas pada saat
penelitian dilakukan.
b. Jumlah sampel

![]() |
Keterangan :
N =
besar sampel minimum
Z1-α/2 = nilai distribusi normal
baku (tabel Z) (95% = 1,96)
P = harga proporsi di populasi (0,50)
d = presisi
mutlak/kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir (10%)

(0,1)2

0,01

0,01
n =
96
Untuk menghindari terjadinya sampel
yang tidak memenuhi syarat untuk dianalisis disebabkan tidak lengkap
data/informasi yang diberikan sehingga gugur sebagai unit analisis, maka jumlah
responden ditambah 10 % dari sampel hitung, sehingga jumlah sampel penelitian
ini menjadi sebanyak 106 responden.
c. Kriteria Sampel
1.
Kriteria inklusi:
Datang melakukan ANC
2.
Kriteria eksklusi
Tidak bersedia sebagai
responden
d. Tekhnik pengambilan
sampel
Accidental sampling adalah mengambil kasus atau responden yang
kebetulan ada atau tersedia suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Soekidjo
Notoatmodjo, 2013).
3.
Teknik
Pengumpulan Data
a.
Data primer
Diperoleh dari kuisioner meliputi data mengenai semua variabel
b.
Data sekunder
Berupa data tentang kejadian
anemia hasil diagnosa yang tercantum dalam
rekam medis.
4.
Pengamatan
dan pengukuran variabel
Untuk
pengukuran terhadap variabel penelitian dibuat instrument berupa kuesioner
untuk masing-masing variabel dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.
Umur Ibu
1)
Umur ibu dinilai
melalui pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.
2)
Pertanyaan berjenis pertanyaan terbuka.
3)
Pertanyaan berisi tentang umur ibu hamil.
4)
Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner
dan alat tulis yang digunakan peneliti
untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.
5)
Untuk analisis dilakukan kategori interval dengan pada kelompok
umur < 20 tahun dan > 35 tahun serta kelompok umur ≥ 20 tahun sampai ≤ 35
tahun.
b.
Paritas
Diukur melalui pertanyaan dalam kuesioner berupa
1)
Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2)
Pertanyaan berisi tentang berapa kali melahirkan.
3)
Pertanyaan berjumlah 1 buah.
4)
Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner
dan alat tulis yang digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan
keterangan responden.
5)
Dibuat dua kategori Rendah (≤ 2) dan Tinggi (> 2).
c.
Usia kehamilan
Usia kehamilan diketahui melalui pertanyaan-pertanyaan
dalam kuesioner.
1)
Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2)
Pertanyaan berisi tentang trimester, dari trimester 1 - 3
3)
Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner
dan alat tulis yang digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan
keterangan responden.
4)
Dibuat tiga kategori Trimester I (0 – 3 bulan),
Trimester II (4 - 6 bulan) dan Trimester III (7 - 9 bulan)
d.
Jarak kelahiran
Jarak kelahiran diketahui melalui isian dalam kuesioner.
1)
Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup).
2)
Pertanyaan berisi tentang jarak kehamilan.
3)
Hasil ukur dengan kategori usia < 24 bulan dan ≥ 24
bulan.
4)
Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner
dan alat tulis yang digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan
keterangan responden.
e.
Tablet Fe
Tablet Fe diketahui
melalui isian dalam kuesioner.
1)
Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup).
2)
Pertanyaan berisi tentang konsumsi tablet Fe.
3)
Hasil ukur berupa mengkonsumsi tablet Fe yang rutin dan
yang tidak rutin.
4)
Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner
dan alat tulis yang digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan
keterangan responden.
f.
Konsumsi vitamin C
Konsumsi vitamin C
diketahui melalui food recall
1)
Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup).
2)
Pertanyaan berisi tentang konsumsi makanan yang
mengandung vitamin C.
3)
Hasil ukur berupa mengkonsumsi vitamin C yang kurang atau
cukup
dilakukan analisis
menggunakan food recall 1×24 jam.
4)
Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner
dan alat tulis yang digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan
keterangan responden.
g.
Pendidikan
Pendidikan terakhir diketahui melalui isian dalam
kuesioner.
1)
Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2)
Pertanyaan berisi tentang tingkat pendidikan responden.
3)
Kategori dibagi menjadi lima yaitu tidak sekolah, sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi.
4)
Untuk keperluan analisis bivariat, pendidikan dibuat
menjadi 2 kategori yaitu kategori pendidikan rendah (<SMA) dan pendidikan
tinggi (≥SMA)
5)
Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner
dan alat tulis yang digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan
keterangan responden.
h.
Pekerjaan
Pekerjaan diketahui
melalui isian dalam kuesioner.
1)
Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2)
Pertanyaan berisi tentang pertanyaan pekerjaan ibu
3)
Kategori dibagi menjadi dua yaitu tidak bekerja dengan
bekerja
4)
Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner
dan alat tulis yang digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan
keterangan responden.
i.
Pengetahuan
Pengetahuan
dinilai melalui pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.
1)
Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2)
Pertanyaan berisi tentang anemia pada ibu hamil meliputi:
pengertian, penyebab, gejala, akibat, pencegahan, dan komplikasi.
3)
Kategori dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan Baik
>80%, Sedang 60-80 % Kurang < 60 %
4)
Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner
dan alat tulis yang digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan
keterangan responden.
j.
Anemia
Anemia
diketahui melalui pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.
1)
Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2)
Pertanyaan berjumlah 1 buah
3)
Berisi tentang pertanyaan anemia jika Hb < 11
g/dl pada akhir trimester pertama, 10
g/dl pada trimester kedua dan ketiga diusulkan menjadi batas bawah atau tidak
anemia jika Hb > 11
4)
Hasil ukur sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium saat periksa
5)
Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner
dan alat tulis yang digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan
keterangan responden.
5. Cara Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan melakukan wawancara
terhadap responden dan pengisian kuisioner pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan data primer. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. Waktu
pengumpulan data yaitu setiap hari kerja selama jam pemeriksaan dan dilakukan
di Puskesmas Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan.
Uji coba Instrumen
Kuisioner ini dilakukan
untuk pengambilan data penelitian terlebih dahulu dilakukan uji
coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas. Uji coba dilakukan pada 20
orang responden (ibu hamil) yang melakukan Ante Natal Care di KIA Puskesmas
Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan. Data dari uji coba dilakukan analisis
untuk mengetahui validitas dan reliabilitas menggunakan rumus product moment.
![]() |
Keterangan :
X : Pertanyaan
Y : Skors total
XY : Pertanyaan × Skors total
Validitas
Uji validitas instrumen yang
dilakukan dengan menggunakan uji validitas konstrak. Uji validitas konstrak
yaitu menyusun indikator pengukuran item ( pertanyaan ) yang ada di dalam
kuisioner itu mengukur konsep yang akan diukur. Maka uji coba dengan uji korelasi
antara skor tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuisioner tersebut.
Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel pada taraf kepercayaan tertentu, berarti
instrumen tersebut memenuhi kriteria validitas. Taraf
signifikasi yang digunakan dalan uji validitas item (pertanyaan) pada
penelitian ini adalah 95% dengan jumlah responden 20 (N = 20). Item-item yang
memiliki nilai r hitung > r tabel (0,360) itu item (pertanyaan) yang valid.
Realibilitas
Uji reliabilitas pada penelitian
ini menggunakan metode alpha Cronbach untuk menentukan apakah setiap
instrumen reliabel atau tidak. Dari hasil reliabilitas dengan menggunakan metode alpha Cronbach menunjukan bahwa semua
variabel berada pada kisaran 0,752 (karena R hitung lebih besar dari R tabel),
ini berarti dapat disimpulkan bahwa semua item untuk tiap variabel reliabel.
6. Manajemen Data
a.
Pengkodean / coding
Pengkodean merupakan kegiatan merubah data
berdasarkan golongan-golongan yang telah ditetapkan dalam definisi operasional.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti ketika melakukan analisis data.
Kode data ditetapkan oleh peneliti.
b.
Pengeditan
/ editing
Setelah dilakukan wawancara dan kuisioner telah
terkumpul sesuai besar sampel, dilakukan pengeditan/penyuntingan untuk
memastikan kelengkapan data dan meneliti tiap lembar data jawaban, apakah
jawaban sudah relevan dan konsisten.
c.
Pemasukan
data / entry
data
Pemasukan data dilakukan setelah selesai
pengeditan dan dilakukan dengan memasukkan kode yang telah ditetapkan ke dalam
sistem data menggunakan komputer.
d.
Pembersihan
/ cleaning
Setelah data dimasukkan, dilakukan proses
cleaning/pembersihan untuk memeriksa kemballi untuk melihat kesalahan, missing
data, variasi data, dan ketidakkonsistenan jawaban.
7.
Analisis data
Dilakukan
dua tahap yaitu :
a.
Univariat:
Untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.
Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Soekidjo Notoadmodjo, 2013).
b.
Bivariat:
Dilakukan
terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi maka digunakan
rumus Uji Chi Square digunakan untuk menilai beda
proporsi pada setiap variabel dengan signifikasi hubungan pada derajat
penolakan α sebesar 5% (p value
0,05). Jika nilai p<0,05, maka hipotesis alternatif diterima sehingga dua
variabel yang dianalisis memiliki hubungan yang bermakna (Soekidjo Notoadmodjo, 2013).
Uji Chi Square dapat dirumuskan sebagai berikut:
N (ad-bc)2

(a+c)(b+d)(a+b)(c+d)
atau,
Σ (O-E)2

E
|
Disease (+)
|
Disease (-)
|
Total
|
Exposure (+)
|
A
|
B
|
a+b
|
Exposure (-)
|
C
|
D
|
c+d
|
Total
|
a+c
|
b+d
|
a+b+c+d (N)
|
|
Untuk melihat besar/kekuatan hubungan antara variabel dependen dan
independen digunakan nilai OR (Odds Ratio)
![]() |
![]() |
Interpretasi OR :
OR = 1 artinya bukan faktor resiko terjadinya outcome / tidak ada hubungan
OR < 1 artinya mengurangi resiko terhadap terjadinya outcome / bersifat
protektif (efek perlingdungan atau menghambat)
OR > 1 artinya merupakan faktor resiko (mempertinggi terjadinya outcome)
Gambar 3
Alur Penelitian
![]() |
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
![]() |
||||||||
![]() |
|||||||||
8.
Etika
Penelitian
1. Subyek penelitian adalah orang yang bisa
memutuskan apa yang ingin dilakukannya.
2. Subyek penelitian mengikuti penelitian secara
sukarela, bebas dari paksaan dan imbalan
3. Peneliti memberikan penjelasan kepada subyek
penelitian tentang tujuan penelitian, apa yang akan dilakukan dalam penelitian,
hal-hal yang mungkin terjadi selama penelitian berlangsung, tindakan yang telah
dipersiapkan seandainya terjadi hal yang tidak diinginkan.
4. Subyek penelitian menandatangani “informed consent” sebagai tanda ia
menyetujui untuk mengikuti penelitian.
5. Subyek penelitian diperbolehkan untuk tidak
melanjutkan kapan saja dia menghendaki.
6. Semua informasi yang menyangkut subyek penelitian
(sebagai individu) akan dirahasiakan.
7. Prosedur penelitian tidak membahayakan
subyek penelitian.
8.
Penelitian memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan penelitian serupa yang pernah dilakukan,
atau paling tidak sama baik.
9. Peneliti tidak melakukan plagiat, dan akan
menyebutkan sumber
10.
Kutipan secara jelas.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Wilayah kerja puskesmas kecamatan setiabudi
Lokasi Puskesmas Kecamatan Setiabudi terletak di Jl. Halimun No.13
Kelurahan Guntur Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Kecamatan Setiabudi
merupakan bagian dari puskesmas kecamatan yang berada diwilayah Kotamadya
Jakarta Selatan dengan jumlah RT/RW sebanyak 514 RT, dan 50 RW, luas wilayah
884.90 Ha.
Wilayah Kecamatan Setiabudi terdiri dari 8 (delapan) kelurahan, yaitu
Kelurahan Setiabudi, Kelurahan Guntur, Kelurahan Karet, Kelurahan Karet
Semanggi, Kelurahan Karet Kuningan, Kelurahan Kuningan Timur, Kelurahan Menteng
Atas, Kelurahan Pasar Manggis.
Penduduk Kecamatan Setiabudi berdasarkan BPS Jakarta Selatan tahun 2011
sebanyak 128.882 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 32.723 kepala
keluarga.
Program Pelayanan Kesehatan
Kegiatan pelayanan kesehatan rawat jalan dan
rawat inap di Puskesmas Kecamatan Setiabudi meliputi :
1.
Balai pengobatan umum
2. Balai pengobatan gigi
3. Poli kesehatan ibu dan anak
4. Poli KB
5. Poli Gizi
6. Poli TB / Paru
7. Poli MTBS
8. Poli remaja
9. Pelayanan konsultasi :
a. Konsultasi jiwa
b. Konsultasi remaja
c. Konsultasi HIV/AIDS
d. Konsultasi kesling
10. Poli lansia
11. Poli IMS
12. Poli imunisasi
13. Poli DM
14. Poli Jiwa
15. Pusling
16. Rumah bersalin
17.
Pelayanan 24 jam
- Pelayanan penunjang :
a. Laboratorium
b. Rontgen
c. Medical check up
d. Akupuntur
e. Senam hamil
f. USG kebidanan
g. Pergantian jarum suntik
- Kegiatan kesehatan
masyarakat
a. Kesehatan ibu dan anak
b. Keluarga berencana
c. Usaha peningkatan gizi
d. Kesehatan lingkungan
e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular :
Demam berdarah dengue, tuberculosis, diare, kusta,
imunisasi.
f. Promosi kesehatan
g. Usaha kesehatan sekolah (UKS)
h. Usaha kesehatan gigi sekolah
B. Analisis Univariat
Tabel 5
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Biomedis
(Umur, Paritas, Usia Kehamilan, Jarak Kelahiran) Ibu Hamil di Puskesmas
Kecamatan Setiabudi
Tahun 2013
Variabel
|
Frekuensi (f)
|
Presentase (%)
|
Umur
|
|
|
Berisiko
|
38
|
35,8
|
Tidak
beresiko
|
68
|
64,2
|
Total
|
106
|
100
|
Paritas
|
|
|
Tinggi
|
42
|
39,6
|
Rendah
|
64
|
60,4
|
Total
|
106
|
100
|
Usia
Kehamilan
|
|
|
Trimester
1
|
9
|
8,5
|
Trimester
2
|
19
|
17,9
|
Trimester
3
|
78
|
73,6
|
Total
|
106
|
100
|
Jarak
kelahiran
|
|
|
<
24 bulan
|
51
|
48,1
|
≥
24 bulan
|
55
|
51,9
|
Total
|
106
|
100
|
Berdasarkan data dalam tabel di atas dapat
diketahui bahwa karakteristik ibu yang dicantumkan dalam variabel adalah
mengenai umur, paritas, usia kehamilan, dan jarak kelahiran dengan adanya
dugaan kemenderitaan terjadinya anemia pada ibu hamil.
Sebanyak 38 orang (35,8%) ibu yang termasuk dalam umur yang berisiko, sedangkan 68 orang (64,2%)
tergolong dalam umur yang tidak berisiko.
Untuk jumlah paritas yang berisiko (>2)
terdapat 42 orang (39,6%), sedangkan jumlah paritas yang tidak berisiko (≤2)
sebanyak 64 orang (60,4%).
Usia kehamilan dibagi menjadi tiga yaitu,
trimester 1 sebanyak 9 orang (8,5%), trimester 2 sebanyak 19 orang (17,9%), dan
trimester 3 sebanyak 78 orang (73,6%).
Jarak kelahiran didapatkan 51 orang (48,1%)
ibu yang jarak kelahirannya berisiko, dan 55 orang (51,9%) ibu yang jarak
kelahirannya tidak berisiko.
Tabel 6
Distribusi
Responden Berdasarkan Konsumsi Tablet Fe
di Puskesmas
Kecamatan Setiabudi
Tahun 2013
Variabel
|
Frekuensi (f)
|
Presentase (%)
|
Konsumsi
Tablet Fe
|
|
|
Tidak
rutin
|
45
|
42,5
|
Rutin
|
61
|
57,5
|
Total
|
106
|
100
|
Dari tabel di atas
diketahui sebanyak 45 orang ibu (42,5%) mengaku tidak rutin mengkonsumsi tablet Fe
sedangkan 61 orang (57,5%) ibu mengaku rutin minum tablet Fe.
Tabel 7
Distribusi
Responden Berdasarkan Konsumsi Vitamin C pada Ibu Hamil
di Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Tahun 2013
Variabel
|
Frekuensi (f)
|
Presentase (%)
|
Konsumsi Vitamin C
|
|
|
Tidak cukup
|
93
|
87,7
|
Cukup
|
13
|
12,3
|
Total
|
106
|
100
|
Berdasarkan
table di atas, didapatkan 93 orang ibu (87,7%) tidak cukup asupan konsumsi
vitamin C, dan 13 orang ibu (12,3%) cukup asupan konsumsi vitamin C.
Tabel 8
Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi
(Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan) Ibu
Hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Tahun 2013
Variabel
|
Frekuensi (f)
|
Presentase (%)
|
Pendidikan
|
|
|
Tidak
Sekolah
SD
|
0
9
|
0
8,5
|
SMP
|
28
|
26,4
|
SMA
|
61
|
57,5
|
Perguruan
Tinggi
|
8
|
7,5
|
Total
|
106
|
100
|
Pekerjaan
|
|
|
Bekerja
Tidak
Bekerja
|
74
32
|
69,8
30,2
|
Total
|
106
|
100
|
Pengetahuan
|
|
|
Kurang
< 60 %
Sedang
60-80 %
|
23
66
|
21,7
62,3
|
Baik > 80%
|
17
|
16
|
Total
|
106
|
100
|
Tingkat pendidikan ibu terbanyak adalah tamat
SMA atau sederajat dengan jumlah 61 orang (57,5%) dilanjutkan dengan tamat SMP
atau sederajat sebanyak 28 orang (26,4%), tamat SD atau sederajat sebanyak 9
orang (8,5%), tamat Perguruan Tinggi sebanyak 8 orang (7,5%), tidak ada
responden yang tidak bersekolah.
Mayoritas ibu hamil yang menjadi responden
yaitu sebanyak 74 orang (69,8%) adalah ibu hamil yang bekerja, sedangkan 32
orang (30,2%) sisanya adalah ibu rumah tangga (tidak bekerja).
Sebanyak 17 responden atau 16,0% memiliki
pengetahuan yang baik, 66 responden atau 62,3% memiliki pengetahuan sedang, dan
23 responden atau 21,7% masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang anemia.
Tabel 9
Distribusi
Responden Berdasarkan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
di Puskesmas
Kecamatan Setiabudi
Tahun 2013
Variabel
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
Kejadian anemia
Anemia
Tidak anemia
|
|
|
65
41
|
61,3
38,7
|
|
Total
|
106
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
kejadian ibu hamil yang menderita anemia sebanyak 65 orang (61.3%) dan 41 orang
(38.7%) ibu hamil tidak menderita anemia.
C. Analisis
Bivariat
Tabel 10
Hubungan Karakteristik
Biomedis Ibu (Umur, Paritas, Usia Kehamilan, Jarak Kelahiran)
dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Variabel Independen
|
Kejadian
|
Total
|
|
P Value
|
OR
|
||||||||
Anemia
|
Tidak Anemia
|
|
|
|
|
||||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
||||||||
Umur
|
|
||||||||||||
Berisiko
|
26
|
68.4
|
12
|
31.6
|
38
|
100
|
0.262
|
1,611
|
|||||
Tidak Berisiko
|
39
|
57.4
|
29
|
42.6
|
68
|
100
|
|
||||||
Total
|
65
|
83.0
|
41
|
17.0
|
106
|
100
|
|
||||||
Paritas
|
|
||||||||||||
Tinggi
|
27
|
64.3
|
15
|
35.7
|
42
|
100
|
0.612
|
1.232
|
|||||
Rendah
|
38
|
59.4
|
26
|
40.6
|
64
|
100
|
|
||||||
Total
|
65
|
61.3
|
41
|
38.7
|
106
|
100
|
|
||||||
Usia Kehamilan
|
|
||||||||||||
Trimester 1
|
7
|
77.8
|
2
|
22.2
|
9
|
100
|
0.394
|
-
|
|||||
Trimester 2
|
13
|
68.4
|
6
|
31.6
|
19
|
100
|
|
||||||
Trimester 3
|
14
|
57.7
|
33
|
42.3
|
78
|
100
|
|
||||||
Total
|
65
|
61.3
|
41
|
38.7
|
106
|
100
|
|
||||||
Jarak Kelahiran
|
|
||||||||||||
< 24 bulan
|
37
|
72.5
|
14
|
27.5
|
51
|
100
|
0.022
|
2.548
|
|||||
≥ 24 bulan
|
28
|
50.9
|
27
|
49.1
|
55
|
100
|
|
||||||
Total
|
65
|
61.3
|
41
|
38.7
|
106
|
100
|
|
||||||
a.
Hubungan Umur terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa
proporsi ibu dengan umur yang berisiko untuk hamil menderita anemia sebesar
68.4% dan sisanya 31.6% tidak menderita anemia. Sementara proporsi ibu dengan
umur yang tidak berisiko yang menderita anemia sebesar 57.4% dan 42.6% tidak
menderita anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan Chi-square memperlihatkan
nilai P sebesar 0.262 (P value > 0.05) menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian anemia. Dilihat dari OR diketahui 1,611. Artinya Ibu hamil dengan
umur beresiko (< 20 tahun dan > 35 tahun) memiliki risiko terjadinya
anemia 1,611 kali lebih besar kemungkinannya dibandingkan dengan ibu hamil
dengan umur tidak beresiko (≥ 20 tahun sampai ≤ 35 tahun).
b.
Hubungan
Paritas terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Berdasarkan hasil penelitian proporsi ibu
hamil dengan paritas tinggi sebanyak 64,3% menderita anemia dan sisanya
sebanyak 35,7% tidak menderita anemia. Sedangkan dari ibu hamil dengan paritas
rendah yang menderita anemia sebanyak 59,4% dan sisanya sebanyak 15.0% tidak
menderita anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan Chi-square memperlihatkan
nilai P sebesar 0.612 (P value > 0.05) menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara paritas dengan kejadian anemia. Dilihat dari OR diketahui 1,232. Artinya Ibu hamil dengan
jumlah paritas tinggi (>2) memiliki risiko terjadinya anemia 1,232 kali
lebih besar kemungkinannya dibandingkan dengan ibu hamil dengan paritas rendah
(≤2).
c.
Hubungan Usia Kehamilan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Hasil analisis menunjukan bahwa proporsi ibu
dengan usia kehamilan pada trimester 1 sebanyak 77,8% menderita anemia dan sisanya sebanyak 22,2% tidak
menderita anemia. Ibu hamil dengan usia kehamilan trimester 2 sebanyak 68,4%
menderita anemia dan sisanya 31,6% tidak menderita anemia. Ibu hamil dengan
usia kehamilan trimester 3 sebanyak 57.7% menderita anemia dan sisanya 42,3%
tidak menderita anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan Chi-square
memperlihatkan nilai P sebesar 0.394 (P value > 0.05) menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian anemia.
d.
Hubungan Jarak Kelahiran terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Berdasarkan hasil penelitian proporsi ibu
hamil dengan jarak kelahiran berisiko (<24 bulan) sebanyak 72,5% menderita
anemia dan sisanya 36,8% tidak menderita anemia. Sedangkan ibu hamil dengan
jarak kelahiran tidak berisiko (≥ 24 bulan) sebanyak 50,9% menderita anemia dan
sisanya 39,7% tidak menderita anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan
Chi-square memperlihatkan nilai P sebesar 0.022 (P value < 0.05) menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan
dengan
kejadian anemia. Dilihat dari OR
diketahui 2.548. Artinya Ibu hamil
dengan jarak kelahiran < 24 bulan memiliki
risiko terjadinya anemia 2,584 kali lebih besar kemungkinannya dibandingkan
dengan ibu hamil dengan jarak kelahiran ≥ 24 bulan.
Tabel 11
Hubungan
Konsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Variabel Independen
|
Kejadian
|
Total
|
|
P Value
|
OR
|
|||||||
Anemia
|
Tidak Anemia
|
|
|
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|||||||
Tablet Fe
|
|
|||||||||||
Tidak Rutin
|
35
|
77.8
|
10
|
22.2
|
45
|
100
|
0.003
|
3.617
|
||||
Rutin
|
30
|
49.2
|
31
|
50.8
|
61
|
100
|
|
|||||
Total
|
65
|
61.3
|
41
|
38.7
|
106
|
100
|
|
|||||
Berdasarkan hasil penelitian proporsi ibu
hamil yang tidak rutin mengkonsumsi tablet Fe sebanyak 77,8% menderita anemia dan sisanya 22,2% tidak menderita anemia. Sedangkan yang rutin
mengkonsumsi tablet Fe sebanyak 49,2% menderita anemia dan sisanya 50,8% tidak menderita anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan Chi-square
memperlihatkan nilai P sebesar 0.003 (P value < 0.05) menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara konsumsi tablet
Fe dengan kejadian anemia. Dilihat dari OR diketahui 3.617.
Artinya Ibu hamil dengan konsumsi tablet Fe yang tidak rutin memiliki risiko
terjadinya anemia 3,617 kali lebih besar kemungkinannya dibandingkan dengan ibu
hamil dengan konsumsi tablet Fe yang rutin.
Tabel 12
Hubungan Konsumsi Vitamin C dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Variabel
Independen
|
Kejadian
|
Total
|
|
P Value
|
OR
|
|||||||
Anemia
|
Tidak
Anemia
|
|
|
|
|
|||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|||||||
Konsumsi Vitamin C
|
|
|||||||||||
Tidak
Cukup
|
61
|
65,6
|
32
|
34,4
|
93
|
100
|
0,016
|
4,289
|
||||
Cukup
|
4
|
30,8
|
9
|
69,2
|
13
|
100
|
|
|||||
Total
|
65
|
61,3
|
41
|
38,7
|
106
|
100
|
|
|||||
Berdasarkan hasil penelitian proporsi ibu
hamil yang konsumsi vitamin C tidak cukup sebanyak 65,6% menderita anemia dan
sisanya 34,4% tidak menderita anemia. Sedangkan ibu hamil dengan konsumsi Vitamin C cukup sebanyak 30,8% menderita
anemia dan sisanya 69,2% tidak menderita anemia. Hasil analisis bivariat
menggunakan Chi-square memperlihatkan nilai P sebesar 0,016 (P value < 0.05) menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara konsumsi
vitamin C dengan
kejadian anemia. Dilihat dari OR
diketahui 4,289 Artinya Ibu hamil dengan konsumsi vitamin c yang tidak
cukup memiliki risiko terjadinya anemia 4,289 kali lebih besar kemungkinannya
dibandingkan dengan ibu hamil dengan konsumsi vitamin c yang cukup.
Tabel
13
Hubungan Sosial Ekonomi
(Pendidikan , Pekerjaan, Pengetahuan) dengan
Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Variabel Independen
|
Kejadian
|
Total
|
|
P Value
|
OR
|
||||||||
Anemia
|
Tidak Anemia
|
|
|
|
|
||||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
||||||||
Pendidikan
Pendidikan Rendah
Pendidikan Tinggi
Total
|
23
42
65
|
68,4
57,4
61,3
|
14
27
41
|
31,6
42,6
38,7
|
37
69
106
|
100
100
100
|
0,896
|
1,056
|
|||||
Pekerjaan
|
|
||||||||||||
Bekerja
Tidak Bekerja
|
42
23
|
56.8
71.9
|
32
9
|
43.2
28.1
|
74
32
|
100
100
|
0.142
|
0.514
|
|||||
Total
|
65
|
61.3
|
41
|
38.7
|
106
|
100
|
|
||||||
Pengetahuan
|
|
||||||||||||
Kurang < 80%
Sedang
60-80 %
Baik
> 80%
|
15
41
9
|
65.2
62.1
52.9
|
8
25
8
|
34.8
37.9
47.1
|
23
66
17
|
100
100
100
|
0.716
|
-
|
|||||
Total
|
65
|
61.3
|
41
|
38.7
|
106
|
100
|
|
||||||
a.
Hubungan Pendidikan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Berdasarkan tabel tersebut di atas diketahui
bahwa proporsi ibu hamil yang berpendidikan rendah sebanyak 68.4% menderita
anemia dan sisanya 31,6% tidak menderita anemia. Sedangkan ibu hamil yang
berpendidikan tinggi sebanyak 57,4% menderita anemia dan sisanya 42,6% tidak
menderita anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan Chi-square memperlihatkan
nilai p sebesar 0.896 (p value <0.05) menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan dengan kejadian anemia pada ibu hamil yang
berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan tahun 2013. Ibu hamil yang berpendidikan rendah memiliki
risiko untuk terjadinya anemia 1,056 kali lebih besar di bandingkan dengan ibu
hamil yang berpendidikan tinggi.
b.
Hubungan Pekerjaan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Berdasarkan tabel tersebut di atas diketahui proporsi ibu hamil yang tidak
bekerja sebanyak 71,9% menderita anemia dan sisanya 28,1% tidak menderita anemia. Sedangkan ibu hamil yang bekerja sebanyak 56,8% menderita anemia dan sisanya 43,2% tidak menderita anemia. Hasil analisis
bivariat menggunakan Chi-square memperlihatkan nilai P sebesar 0.142 (P value > 0.05) menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian anemia. Dilihat dari OR
diketahui 0.514. Artinya Ibu hamil yang
tidak bekerja memiliki risiko terjadinya anemia 0,514 kali lebih besar
kemungkinannya dibandingkan dengan ibu hamil yang bekerja.
c.
Hubungan Pengetahuan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Berdasarkan tabel tersebut di atas diketahui proporsi ibu hamil dengan tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 65,2%
menderita anemia dan sisanya 34,8% tidak menderita anemia. Sedangkan ibu hamil
dengan tingkat pengetahuan sedang sebanyak 62,1% menderita anemia dan sisanya 37,9%
tidak menderita anemia. Kemudian ibu hamil dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak
52,9% dan sisanya 47,1% tidak menderita anemia. Hasil analisis bivariat
menggunakan Chi-square memperlihatkan nilai P sebesar 0.716 (P value > 0.05) menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian anemia.
D.
Keterbatasan
Penelitian
1. Desain penelitian : penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang memiliki
keterbatasan – keterbatasan diantaranya diperlukan subjek penelitian yang
besar, tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat, tidak
valid untuk menggambarkan suatu kecenderungan, dan kesimpulan dari korelasi
mempunyai efek paling lemah. Oleh karena itu, penelitian ini rawan terhadap
bias. Bias adalah kesalahan yang terjadi secara sistematik baik dalam desain,
pelaksanaan, maupun dalam menginterpretasi informasi tentang subjek penelitian.
2. Instrumen penelitian : penelitian ini menggunakan kuisioner yang
kemungkinan responden tidak jujur dalam memberikan jawaban.
Salah satu bias yang sering terjadi adalah
bias informasi yaitu kesalahan sistematik dalam mengamati, memilih instrumen,
mengukur, mencatat informasi, mengklarifikasi dan menginterpretasi status
pajanan dan penyakit. Bias informasi yang penting yaitu bias mengingat.
Kemungkinan bias mengingat semakin besar jika paparan telah berlangsung cukup
lama atau menyangkut sejumlah faktor lainnya yang mirip terhadap faktor penelitian
(Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo).
3. Sampel : sampel penelitian ini hanya diambil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan, sehingga tidak bisa di generalisasikan ke seluruh puskesmas
yang ada di wilayah Jakarta Selatan.
4. Variabel : masih terdapat variabel yang di duga menjadi penyebab kejadian
anemia yang tidak diteliti dalam penelitian ini misalnya infeksi dan penyakit
penyerta karena dalam pemeriksaan ANC pada ibu hamil tidak sampai ada diagnosa
penyakit lain pada ibu hamil.
E. Pembahasan
Hubungan umur
ibu hamil dengan kejadian anemia
Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa umur tidak berhubungan dengan kejadian anemia. Berdasarkan
proporsi data usia kehamilan terbanyak pada usia yang tidak berisiko sebesar
64,2%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wara (2006) yang berjudul
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Anemia pada Ibu Hamil di Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat” yang memperlihatkan tidak adanya hubungan
antara umur ibu hamil dengan kejadian anemia.
Menurut Wibowo dan
Basuki (2006) usia seorang ibu berkaitan dengan perkembangan alat-alat
reproduksinya. usia reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 sampai 35
tahun. kehamilan kurang dari 20 tahun secara biologi belum optimal emosinya
cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan
yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat
gizi selama kehamilannya, sedangkan kehamilan pada usia >35 tahun menderita
dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit.
Depkes (2002)
menyatakan bahwa hamil dan melahirkan dibawah umur 20 tahun menurut ilmu
kesehatan reproduksi masih terdapat bahaya-bahaya tertentu bagi ibu dan
anaknya. Angka kesakitan dan angka
kematian ibu dan anak masih sangat tinggi bila umur wanita tersebut kurang dari
20 tahun.
Hubungan Paritas dengan kejadian anemia
Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa paritas tidak berhubungan dengan kejadian anemia. Berdasarkan
proporsi data didapatkan kehamilan terbanyak pada paritas rendah sebanyak 60,4%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Djamilus dan Herlina (2008) bahwa tidak
terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil, ibu
hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454 kali lebih besar untuk
mengalami anemia dibandingkan dengan yang paritas rendah.
Semakin sering seorang wanita melahirkan maka
semakin besar risiko kehilangan darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb
(Wijianto 2002).
Badan koordinasi keluarga berencana naasional (BKKBN, 1998)
menganjurkan agar kesehatan ibu selama
hamil dapat optimal dalam menyongsong persalinannya maka jumlah persalinan yang
telah dialami tidak lebih dari 2 kali.
Hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian
anemia
Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa usia kehamilan tidak berhubungan dengan kejadian anemia.
Berdasarkan proporsi data didapatkan usia kehamilan terbanyak pada trimester
III.
Teori Sin sin (2008)
bahwa wanita hamil
cenderung terkena anemia pada trimester III karena pada masa ini janin menimbun
cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama
setelah lahir. Kebutuhan zat besi ibu hamil sehari akan meningkat 6 kali lebih
besar pada trisemester terakhir dibandingkan wanita yang tidak hamil.
Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil terus meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia kehamilan. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan zat besi
tanpa disertai oleh pemasukan yang cukup, maka cadangan zat besi akan menurun
dan dapat mengakibatkan anemia (Lila 1992).
Walaupun uji statistik menunjukkan tidak
adanya hubungan yang bermakna antara usia kehamilan dengan kejadian anemia pada
ibu hamil, akan tetapi presentase anemia cenderung lebih tinggi pada ibu dengan
usia kehamilan trimester III yaitu 42,3%.
Hubungan antara Jarak kelahiran dengan
kejadian anemia
Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa jarak kelahiran berhubungan dengan kejadian anemia. Sesuai
dengan teori Soejonoes 1991 diacu dalam Darlina 2003 salah satu penyebab yang dapat mempercepat
terjadinya anemia pada wanita adalah jarak kelahiran yang pendek. Hal ini
disebabkan karena adanya kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis
dari pemulihan faktor hormonal.
Menurut data Badan Koordinasi Berencana
Naional [BKKBN] (1995) diacu dalam Darlina (2003), jarak persalinan yang baik
adalah minimal 24 bulan.
Dalam penelitian ini didapatkan OR 2,548
artinya ibu hamil yang memiliki jarak kehamilan < 24 bulan memiliki risiko
terkena anemia 2,548 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki jarak kehamilan ≥ 24
bulan. Hal itu sesuai dengan teori Winkjosastro (2005) bahwa jarak kelahiran
yang terlalu dekat dapat menyebakan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan
kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal
tetapi sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung.
Hubungan antara konsumsi tablet Fe dengan
kejadian anemia
Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa konsumsi tablet Fe berhubungan dengan kejadian anemia. Sesuai dengan pernyataan Depkes (2009) bahwa suplementasi
besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah
dan menanggulangi anemia.
Pada penelitian Djamilus
dan Herlina tahun 2008 menyatakan bahwa semakin ibu hamil minum tablet Fe
semakin rendah kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu hamil yang tidak rutin mengkonsumsi tablet
Fe mempunyai risiko 2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding
yang rutin konsumsi tablet.
Dalam penelitian ini didapatkan OR 3,617
artinya ibu hamil yang tidak rutin mengkonsumsi tablet Fe
memiliki risiko untuk terjadinya anemia 3,617 kali lebih besar di bandingkan dengan
ibu hamil yang rutin mengkonsumsi tablet Fe. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chisilia Sero
(2008) mengenai “Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Anemia Gizi Pada Ibu
Hamil di Puskesmas Pasar Minggu Tahun 2008”. Dimana hasil penelitian menunjukan
terdapat hubungan yang bermakna antara keteraturan konsumsi tablet Fe dengan
kejadian anemia gizi pada ibu hamil.
Hubungan Konsumsi Vitamin C dengan Kadar Hb
Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa konsumsi Vitamin C berhubungan dengan kejadian anemia.
Berdasarkan proporsi data didapatkan lebih banyak ibu hamil yang asupan vitamin
C tidak cukup yaitu 65,6%.
Di negara-negara yang sedang berkembang yang
hanya sedikit memakan daging, asam askorbat merupakan satu-satunya pemacu
penyerapan zat besi yang paling penting. Penambahan sekurang-kurangnya 50 mg
asam askorbat ke dalam makanan, baik dalam bentuk murni atau sayuran atau
buahbuahan (Misalnya, sebuah jeruk atau 100 gram kol, atau 100 gram amaranth)
akan menggandakan penyerapan zat besi (DeMaeyer, 1993). Asam organik, seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi
non hem dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero. Bentuk fero lebih mudah
diserap. Vitamin C di samping itu membentuk gugus besi askorbat yang tetap
larut pada pH lebih tinggi dalam duodenum. Absprbsi besi dalam bentuk non heme
meningkatkan empat kali lipat jika ada vitamin C berperan dalam memindahkan
besi dari transferin didalam plasma ke feritin hati (Almatsier, 2002). Vitamin
C diperlukan dalam penyerapan zat besi, dengan demikian vitamin C berperan
dalam pembentukan hemoglobin, sehingga mempercepat penyembuhan Anemia (Moehji,
2002).
Hubungan Status Pendidikan dengan kejadian
anemia
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pendidikan
tidak berhubungan dengan kejadian anemia. Berdasarkan proporsi data didapatkan
pendidikan ibu hamil terbanyak pada tingkat SMA yaitu 57,5%. Hal ini diduga karena tingkat pendidikan tidak secara
langsung berhubungan dengan status anemia. Selain dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, diduga status anemia juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya,
seperti misalnya perilaku sehat dalam pemilihan pangan (Wara, 2006).
Ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah akan mengalami resiko
anemia lebih tinggi dibanding dengan ibu hamil yang tingkat pendidikannya
tinggi (Achadi, dkk. 1995).
Tingkat rendahnya
pendidikan erat kaitannya dengan tingkat pengertian tentang zat besi serta
kesadarannya terhadap konsumsi zat besi untuk ibu. Tingkat pendidikan turut
pula menentukan rendah tidaknya seseorang menyerap dan memakai pengetahuan
tentang zat besi yang mereka peroleh. Tingkat pendidikan ibu hamil yng rendah
mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang zat besi menjadi
terbatas dan berdampak pada terjadi defisiensi zat besi (Suhardjo dan Riyadi,
1990)
Hubungan Status Pekerjaan dengan kejadian
anemia
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pekerjaan
tidak berhubungan dengan kejadian anemia. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Wara (2006) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pekerjaan dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Dalam penelitian ini didapatkan OR 0,514
artinya ibu hamil yang bekerja memiliki
risiko 0,514 kali lebih tinggi terkena anemia dibandingkan ibu hamil yang tidak
bekerja. Hal ini sesuai dengan teori Wijianto (2002), ibu yang bekerja mempunyai
kecenderungan kurang istirahat, konsumsi makan yang tidak seimbang sehingga
mempunyai resiko lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan ibu yang tidak
bekerja. Selain itu berat ringannya pekerjaan
ibu juga akan mempengaruhi kondisi tubuh dan pada akhirnya berpengaruh pada
status kesehatan. Lebih lanjut dikatakan oleh Wijianto (2002) bahwa status
pekerjaan biasanya erat hubungannya dengan pendapatan seseorang atau keluarga.
Ibu hamil yang tidak bekerja kemungkinan akan menderita anemia lebih besar dibandingkan
pada ibu yang bekerja. Hal ini disebabkan pada ibu yang bekerja akan
menyediakan makanan yang mengandung sumber zat besi dalam jumlah yang cukup
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Walaupun
uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara pekerjaan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil, akan tetapi presentase anemia cenderung
lebih tinggi pada ibu yang bekerja yaitu 69,8%.
Hubungan Status Pengetahuan dengan kejadian
anemia
Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa pengetahuan tidak berhubungan dengan kejadian anemia.
Berdasarkan proporsi data didapatkan ibu hamil terbanyak adalah yang
berpengetahuan sedang yaitu 62,3%.
Anemia masih banyak dijumpai
karena kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang makanan sehat. Bahkan pada
waktu hamil banyak makanan yang ditabukan karena kurangnya pengertian tentang
makanan sehat yang bergizi sehingga anemia semakin parah (Manuaba 2004).
Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah
satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan
gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Semakin
banyak pengetahuan tentang gizi dan kesehatan, maka semakin beragam pula jenis
makanan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan
mempertahankan kesehatan individu (Suhardjo 1989).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat
diambil kesimpulan :
1.
Gambaran variabel karakteristik ibu hamil
Sebanyak 35,8% ibu termasuk dalam usia yang beresiko untuk hamil yaitu pada
rentang usia <20 tahun dan >35 tahun, sedangkan jumlah ibu yang usianya
tidak berisiko untuk hamil sebanyak 64,2% yaitu pada rentang usia ≥20 tahun
sampai ≤ 35 tahun.
2.
Gambaran variabel karakteristik paritas yang
berisiko (>2) terdapat 39,6%, sedangkan jumlah paritas yang tidak berisiko
(≤2) sebanyak 60,4%.
3.
Usia kehamilan dibagi
3, yaitu trimester 1 (0-3 bulan) 8,5%, trimester 2 (4-6 bulan) 17,9%, trimester 3 (
7-9 ) 73,6%.
4.
Jarak Kehamilan dihitung berdasarkan usia anak
terakhir dengan anak yang sedang dikandung. Jarak usia kehamilan beresiko apabila < 24 bulan didapatkan
64,2% dan jarak usia kehamilan tidak berisiko apabila ≥ 24 bulan didapatkan 35,8%
5.
Variabel Fe dihitung berdasarkan rutin atau tidaknya ibu
mengkonsumsi tablet Fe tersebut. 42,5% mengaku tidak rutin mengkonsumsi tablet Fe
sedangkan 57,5% ibu mengaku rutin minum tablet Fe.
6.
Vitamin C dihitung berdasarkan kurang atau
cukupnya konsumsi vitamin C tersebut. 87,7% mengaku kurang mengkonsumsi vitamin
C sedangkan 12,3% ibu mengaku cukup.
7.
Tingkat pendidikan ibu terbanyak adalah tamat
SMA atau sederajat 57,5% SMP 26,4%, tamat SD 8,5%, tamat Perguruan Tinggi 7,5%.
8.
Mayoritas ibu hamil yang menjadi responden
yaitu sebanyak 69,8% adalah ibu hamil yang bekerja sedangkan 30,2% sisanya ibu
rumah tangga (tidak bekerja).
9.
Pengetahuan ibu hamil tentang anemia, sebanyak
16,0% berpengetahuan yang baik, 62,3% pengetahuan sedang dan 21,7% pengetahuan yang
kurang tentang anemia.
10. Kejadian anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi sebanyak 61.3% anemia dan sebanyak 38,7% tidak anemia.
11. Adanya hubungan yang bermakna antara jarak
kelahiran, konsumsi Fe, dan vitamin C
dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi Jakarta
Selatan tahun 2013..
12.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur
ibu, usia kehamilan, paritas, pekerjaan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan tahun 2013.
B. Saran
a.
Bagi Pemegang
program
1. Selalu mengingatkan kepada ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet Fe dan
vitamin C secara rutin pada saat melakukan ANC.
2. Meningkatkan efektifitas konseling individual mengenai anemia dan penyebab-penyebabnya
kepada ibu hamil yang berkunjung ke puskesmas.
3. Membuat program sosialisasi tentang keluarga berencana sehingga ibu-ibu
dapat memahami mengenai jarak kelahiran yang berisiko dan tidak berisiko.
4. Memaksimalkan peran posyandu sebagai sarana pemantauan kesehatan ibu hamil
terutama pemberian tablet Fe secara rutin.
5. Menunjuk PMO dari anggota keluarga ibu hamil (suami) untuk mengingatkan ibu
hamil agar rutin mengkonsumsi tablet Fe.
6. Memberikan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan secara masal kepada ibu –
ibu yang melakukan ANC setiap trimester kehamilan.
b. Bagi Dinas kesehatan
1. Melakukan peningkatan kualitas pemegang program melalui berbagai jalur
seperti pelatihan, seminar, workshop khususnya mengenai anemia pada ibu hamil.
2. Membuat berbagai media informasi seperti poster, leaflet, spanduk, dll
untuk dipergunakan sebagai media pendidikan oleh pemegang program.
c. Bagi Peneliti Lain
Disarankan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai variabel yang belum diteliti dalam penelitian ini seperti
infeksi dan faktor penyakit lainnya, dengan jumlah sampel yang lebih besar dan
wilayah yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Achadi E Anhari, M.J Hansell
N.L sloan & M A andersn. 1995. Momen nutritional status, iron consumtion
and weight gain during pregnancy in relation to neonatal weight and lenght in
west jawa. Indonesia. International journal of obstetric and gynecology, 48,
suppl, S1 10-119
Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Alsuhendra.
2005. Sudah Banyak Konsumsi Sayur Masih Saja Kurang Darah
Amirudin, Wahyuddin. 2004, Studi Kasus Kontrol Ibu Anemia, 2007
Jurnal
Medical UNHAS , Available from http:// med.unhas.ac.id/index.php?...studi-kasus-kontrol...anemia-ibu
Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan.
Jakarta: EGC
Aryani
D. 2004. Analisis Tingkat Konsumsi Energi
dan Zat Gizi (Protein, Zat Besi, Vitamin
C,
Asam Folat, Vitamin B12) pada Penderita Penyakit Gangguan Saluran Pencernaan
dan Hubungannya dengan Status Anemia di RSU PMI Bogor [skipsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Bahar H.
2006. Infeksi, Perbaiki Gizi Ibu Hamil
BKKBN. 1998. Gerakan keluarga
berencana dan keluarga sejahtera. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,
Jakarta
Cisilia Sero. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Anemia
Gizi Besi Pada Ibu Hamil di
Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 [skripsi].
Corwin,
Elizabeth. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Darlina. 2003. Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi pada Ibu
Hamil [skipsi]. Bogor : Departemen Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DeMaeyer. 1993. Pencegahan dan
Pengawasan Anemia Defisiensi Besi Widya Medika, Jakarta.
Depkes RI. 2001. Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001: Studi
Tindak Lanjut Ibu Hamil.
Jakarta: Depkes RI
_________. 2002. Standar
Acuan Pemeriksaan Kehamilan. Jakarta: Depkes RI
_________. 2009. Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2008. Jakarta: Depkes RI
Djaja,S, S.Naseh, L.B.Ratna .
1994. Faktor resiko yang mempengaruhi
anemia kehamilan.
Buletin penelitian kesehatan
Djamilus, Herlina. 2008. Faktor Risiko Kejadian
Anemia Ibu Hamil Di Wilayah
Kerja Puskesmas Bogor
Harli M.
1999. Mengatasi Penyebab Anemia Kurang Gizi
Hermina.
1992. Keragaman pengetahuan gizi dan pengetahuan praktek pemberian makanan bayi
dan anak dari ibu dengan balita gizi buruk di daerah bogor dan sekitarnya.
Penelitia gizi dan makanan puslitbang gizi bogor
Hardinsyah. 2000. Studi Analisis Faktor-faktor Sosial,
Ekonomi, dan Biologi Mempengaruhi Kejadian
KEK pada Ibu Hamil. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Iis, Sinsin. 2008. Masa kehamilan dan persalinan. Jakarta:
Gramedia
Kartono Djoko, dkk. Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2012 untuk Orang
Indonesia. WNPG 2012. Jakarta
Karyadi E. 2001. Mabuk Pagi, Ibu Hamil Bisa
Kurang Gizi
Khomsan
A. 1997. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Anemia pada Peserta dan Bukan
Peserta Program Suplementasi Tablet Besi pada Ibu Hamil. Media Gizi dan
Keluarga tahun XXI No 2 : 1-7
Lila IN, TG Oka, IWPS Yasa. 1992. Efektivitas Pemberian Zat Besi terhadap Peningkatan Kadar Hb dan Serum Feritin Ibu Hamil
di Puskesmas [skipsi]. Bogor : Departemen Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Martuti S dan Sukati S. 1996.
Profil kesehatan ibu hamil di provinsi jawa barat dan nusa tenggara barat.
Penelitian gizi dn makanan puslitbang gizi bogor
Manuba, I.B.G dkk. 1998.
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
dan Keluarga
Berencana. Jakarta: EGC
________________. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin
Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC
________________. 2004. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetri dan
Ginekologi Edisi 2. Jakarta: EGC
________________. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
________________.
2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC
Mochtar, Rustan. 2005. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi,
Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
Moehji S. 2002. Ilmu Gizi (Pengetahuan Dasar Ilmu Gizi).
Jakarta : PT Bhratara
Notoatmodjo, Soekidjo. 2013. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Prawiharjo, Sarwono, dkk. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
_____________________.2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC
_____________________.2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC
Proverawati, Kusumawati. 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Riyadi H, Hardinsyah, F Anwar. 1997.
Faktor-faktor Resiko Anemia pada Ibu Hamil. Media Gizi dan Keluarga tahun XXI No 2
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Ilmu Kebidanan Ed. 3. Jakarta: EGC
__________________. 2008. Buku
Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustala Sarwono Prawirohadjo
Sediaoetama
A. D. 1987. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.
Sin – sin, 2008. Masa Kehamilan dan Persalinan, Jakarta: PT
Alex Media Komputindo.
Sudoyo, Aru.W, dkk. 2009. Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
Suhardjo. 1989. Sosio
Budaya Gizi. IPB-PAU Pangan dan Gizi: Bogor
_______. 1992. Prinsip-prinsip
Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius
Suhardjo & H. Riyadi.
1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat
PAU Pangan dan Gizi. Bogor:
IPB
Sumarah. 2008. Perawatan Ibu Bersalin.
Yogyakart: Fitramaya
Wara. 2006. Faktor-Fator yang Mempengaruhi Status Anemia
Pada Ibu Hamil di Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian
Bogor, Institut Pertanian Bogor
Wibowo A, Basuki H.
2006. Pola Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak pada Masyarakat Mendatang. The
Jurnal of Public Health Indonesian
Wijianto.
2002. Dampak Suplementasi Tablet Tambah
Darah (TTD) dan Faktor-faktor
yang Berpengaruh terhadap Anemia Gizi Ibu Hamil di Kabupaten
Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah [skipsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Wiknjosastro
Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Ed. 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
_________________.2005. Ilmu Kandungan Edisi ke dua Cetakan ke
4, Jakarta ; EGC.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka
Wirahadikusumah,
Emma. S. 1999. Perencanaan Menu Anemia
Gizi Besi. Jakarta : Trubus Agriwidya
Yongky.
2004. Pertumbuhan dan Perkembangan
Prenatal. Bogor [tesis]. Bogor : Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor
Makalah oleh
Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes, judul “Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil“ Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin Makassar 2012 (http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/2696).
Riset Kesehatan Dasar 2010. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskesdas2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf).
USU
Institutional Repository - Universitas Sumatera Utara Anemia Defisiensi Besi Pada Wanita Hamil Di Beberapa Praktek Bidan Swasta
Dalam Kota Madya Medan
Muhammad Riswan, Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6334/3/penydalam-muhammad%20riswan.pdf.txt).
USU Institutional Repository - Universitas
Sumatera Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar